Bagi praktisi sistem pendingin di Indonesia tentu telah mengenal baik bahan-bahan pendingin/refrigerant seperti:
1. CFC (ChloroFluoroCarbons) R-12.
2. HCFC (HydroChloroFluorCarbons) R-22.
3. HFC (HydroFluorCarbons) R-134a.
Ketiga bahan pendingin populer ini merupakan bahan pendingin sintetis, R-12 dan R-22 mengandung zat perusak ozon dan menimbulkan pemanasan paling tinggi. penggunaan R-134a untuk mengganti R-12 sangat dianjurkan untuk kulkas dan AC mobil, dihentikannya produksi freon R-12 digantikan dengan Suva® 134a (produk DuPont™) bukan berarti masalah telah selesai karena R-134a ini masih menimbulkan pemanasan global.
menyinggung soal ramah lingkungan sebenarnya telah ada bahkan telah lama dipasarkan dan digunakan bahan pendingin alternative yang berasal dari perpaduan beberapa jenis gas alam seperti matane dan propane yang disebut bahan pendingin (refrigerant) Hydrocarbon, beberapa diantaranya yaitu :
1. HC 12 untuk menggantikan Refrigerant kulkas dan AC mobil yang sebelumnya menggunakan R-12 (Dichlorodifluoromethane) dan R-134a (Tetrafluoroethane).
2. HC 22 untuk AC rumah atau bangunan yang sebelumnya menggunakan R-22 (Chlorodifluoromethane).
3. HC 502 untuk keperluan industri dan chiller yang sebelumnya menggunakan R-502 (Chlorodifluoromethane/Chloropentafluoroethane) dll,
Hydrocarbon refrigerant ini telah banyak beredar baik produk luar maupun dalam negeri (Musicool), bahan ini sangat mudah terbakar sehingga diperlukan penanganan ekstra ketika menggunakannya,bahan pendingin berbasis hydrocarbon tidak memerlukan perubahan pada system lama karena bisa langsung diisikan dan tak perlu mengganti oli yang telah ada tetapi sangat dianjurkan untuk meningkatkan system keamanannya agar mampu mengantisipasi keadaan jika terjadi kebocoran.